Pernikahan Bertema 70an: Viral dan Disebut Akan Jadi Tren, Pakai Speaker Toa dan Anyaman Bambu

Pernikahan Bertema 70an – Media sosial kembali di hebohkan dengan sebuah pernikahan yang tidak biasa bukan karena kemewahan, tapi karena keberanian mengusung tema era 70an secara total. Dari dekorasi, kostum, hingga sound system, semuanya di bikin old school tanpa kompromi. Tidak ada bunga segar bertebaran, tidak ada lighting mewah ala ballroom, yang ada justru speaker toa yang di susun tinggi dan kursi plastik dengan alas anyaman bambu. Gila? Bisa jadi. Tapi justru itu yang bikin pernikahan ini jadi viral dan di sebut-sebut bakal jadi tren baru.

Masyarakat dibuat terperangah. Di saat banyak pasangan berlomba-lomba membuat pesta pernikahan yang ‘instagramable’, pasangan ini malah dengan santainya membangkitkan nostalgia era jadul. Dan yang mengejutkan, responsnya justru luar biasa positif. Banyak warganet mengaku kangen suasana kampung, dan pernikahan ini seperti ‘tamparan keras’ buat tren pernikahan modern yang di nilai semakin mahal dan tidak relevan.

Pernikahan Bertema 70an Yang Viral

Dekorasi: Anyaman Bambu, Tirai Spanduk, dan Warna Kusam yang Otentik

Begitu mata memandang, yang langsung mencolok adalah panggung pelaminan yang jauh dari kesan glamor. Tidak ada backdrop bunga kering atau neon sign bertuliskan “forever & always”. Sebagai gantinya, tampak anyaman bambu di susun membentuk dinding dengan aksen tirai warna cokelat pudar khas zaman slot gacor.

Kursi tamu pun bukan sofa mewah, melainkan kursi plastik merah dan biru yang dilapisi alas tikar pandan. Bahkan, meja prasmanan di tutupi taplak bercorak bunga lawas yang mungkin sudah jarang di temukan di toko-toko modern. Semua terasa sangat ‘kampung’, sangat jujur, dan anehnya: sangat menyenangkan.

Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di bawaslu-malteng.com

Sound System? Bukan DJ, Tapi Speaker Toa!

Yang bikin ngakak sekaligus nostalgia adalah urusan sound system. Bukan speaker JBL atau BOSE seperti di pernikahan kelas atas, yang ada justru speaker toa yang biasa di pakai di masjid atau pengumuman ronda. Disusun rapi di atas bambu, speaker ini memutar lagu-lagu lawas seperti Koes Plus, Rhoma Irama, dan Panbers dengan kualitas suara yang serak-serak basah, khas tape jadul.

Bayangkan suasananya: pengantin masuk dengan iringan lagu “Bujangan” dari Rhoma, di sambut tamu yang tertawa ngakak sambil bergoyang ringan. Tidak ada protokol rumit, tidak ada MC yang sok formal. Yang ada hanyalah kegembiraan lepas, seperti pesta kampung tempo dulu yang sederhana tapi hangat.

Busana Pengantin dan Tamu: Celana Cutbray dan Kacamata Besar

Pernikahan ini tidak main-main soal konsep. Pengantin pria tampil dengan setelan safari cokelat dan kacamata bingkai besar ala Benyamin Sueb. Sementara mempelai wanita mengenakan kebaya kutubaru dengan sanggul tinggi dan riasan menor ala 70an. Para tamu pun ikut mendukung, datang dengan baju batik jadul, rok span, celana cutbray, dan bahkan sandal jepit swallow.

Alih-alih terlihat murahan, semua ini justru menunjukkan konsistensi dan keberanian untuk tampil beda. Bukan sekadar pesta, tapi semacam pernyataan: bahwa kebahagiaan tidak harus mahal, dan bahwa kejujuran dalam berkarya bisa mengalahkan kemewahan palsu.

Viral Karena Otentik, Bukan Karena Settingan

Tidak butuh drone shot atau videografer profesional. Hanya bermodalkan ponsel jadul dan unggahan singkat di TikTok, video pernikahan ini langsung menyebar seperti virus. Ribuan komentar membanjiri, mulai dari yang memuji kreativitas hingga yang berharap konsep ini jadi inspirasi di pelosok lain.

Lucunya, tidak sedikit vendor pernikahan mulai ikut-ikutan menawarkan paket “pesta 70an” lengkap dengan dekorasi bambu dan sound system toa. Fenomena ini seperti tamparan untuk industri pernikahan yang makin menjauh dari esensi: menyatukan dua insan dalam suasana hangat bersama keluarga dan sahabat.

Tren Baru yang Mengancam Pesta Mewah?

Yang paling bikin penasaran adalah efek jangka panjang dari tren ini. Apakah pernikahan bernuansa 70an ini hanya sekadar viral sesaat, atau benar-benar akan menggeser tren pernikahan mewah yang selama ini dianggap sebagai standar? Tidak ada yang tahu pasti. Tapi satu hal jelas: pernikahan ini telah menciptakan gelombang baru gelombang nostalgia, gelombang keberanian, dan gelombang perlawanan terhadap standar palsu.

Dalam dunia yang semakin sibuk memoles penampilan, pesta pernikahan bertema 70an ini tampil sebagai bentuk protes keras. Bahwa terkadang, kembali ke masa lalu adalah satu-satunya cara untuk maju ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *